Budaya dan Bahasa
Ketika berbicara mengenai budaya, kita harus mau
membuka pikiran untuk menerima banyak hal baru. Budaya bersifat
kompleks, luas, dan abstrak. Budaya tidak terbatas pada seni yang sering
kali dilihat dalam gedung kesenian atau tempat bersejarah, seperti
museum. Tetapi, budaya merupakan suatu pola hidup menyeluruh. Budaya
memunyai banyak aspek yang turut menentukan perilaku komunikatif.
Beberapa orang bisa mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan
orang dari budaya lain. Hal ini dikarenakan budaya memunyai
keistimewaannya sendiri. Budaya masyarakat satu berbeda dengan budaya
masyarakat yang lainnya, sehingga seseorang harus bisa menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya. Kebudayaan memengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Ada banyak unsur yang membentuk budaya, termasuk
bahasa, adat istiadat, sistem agama dan politik, perkakas, pakaian, dan
karya seni. Bahasa merupakan perwujudan budaya yang digunakan manusia
untuk saling berkomunikasi, baik melalui tulisan, lisan, ataupun
gerakan. Sebagai perwujudan budaya, bahasa dapat berperan dalam dua hal:
-
Sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, mengadakan integrasi, dan adaptasi sosial.
-
Sebagai alat untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pengaruh Budaya Terhadap Sastra
Bahasa tidak hanya memunyai hubungan dengan budaya,
tetapi juga sastra. Bahasa memunyai peranan yang penting dalam sastra
karena bahasa punya andil besar dalam mewujudkan ide/keinginan
penulisnya. Banyak hal yang bisa tertuang dalam sebuah sastra, baik itu
puisi, novel, roman, bahkan drama. Setiap penulis karya sastra hidup
dalam zaman yang berbeda, dan perbedaan zaman inilah yang turut ambil
bagian dalam menentukan warna karya sastra mereka. Oleh karena itu, ada
beberapa periode dalam penulisan karya sastra, seperti Balai Pustaka,
Pujangga Baru, Angkatan 45, Angkatan 66, dan sebagainya. Setiap periode
"mengangkat" latar belakang yang berbeda-beda sesuai zaman dan budaya
saat itu.
Sebagai contoh, kesusastraan Indonesia. Kesusastraan
Indonesia menjadi potret sosial budaya masyarakat Indonesia. Tidak
jarang, kesusastraan Indonesia mencerminkan perjalanan sejarah
Indonesia, "kegelisahan" kultural, dan manifestasi pemikiran Bangsa
Indonesia. Misalnya, kesusatraan zaman Balai Pustaka (1920 -- 1933).
Karya-karya sastra pada zaman itu menunjukkan problem kultural ketika
Bangsa Indonesia dihadapkan pada budaya Barat. Karya sastra tersebut
memunculkan tokoh-tokoh (fiksi) yang mewakili golongan tua (tradisional)
dan golongan muda (modern). Selain itu, ada budaya "lama", seperti
masalah adat perkawinan dan kedudukan perempuan yang mendominasi novel
Indonesia pada zaman Balai Pustaka. Sekarang ini, novel Indonesia
cenderung menyajikan konflik cinta, sains, kekeluargaan, dll..
Bagaimana pendapat Anda mengenai puisi zaman
sekarang? Tentu saja ada perbedaan yang sangat kentara, baik dalam topik
yang "diangkat" maupun bahasa yang digunakan. Sebagai contoh, kumpulan
puisi Mbeling karya Remy Sylado, tahun 2005. Sebagian besar puisi
Mbeling yang ia tulis mengangkat kehidupan politik pada saat itu,
seperti korupsi, koruptor, individualisme, dll.. Secara penulisan,
beberapa puisi karya Remy Sylado hanya terdiri 1 -- 2 kata saja dan
disusun dengan tipografi yang unik. Misal, puisi berjudul
"Individualisme dalam Kolektivisme". Puisi ini hanya terdiri dari kata
"kita" dan "aku". Kedua kata ini disusun dengan pola membentuk persegi
panjang, dengan kata "AKU" (kapital) pada titik diagonalnya. Jika
dibandingkan dengan puisi pada zaman Muhammad Yamin, tentu mengalami
perbedaan. Meskipun mengangkat tema yang sama, misalnya politik, tetapi
konten penyajian puisi sangatlah berbeda. Puisi Muhammad Yamin lebih
mengangkat sisi perumusan konsep kebangsaan, meskipun saat itu masih
dalam lingkup Sumatera. Jelas sangat berbeda dengan puisi Remy Sylado,
yang lebih condong menyajikan sisi kehidupan politik sebuah bangsa
berkembang dengan kondisi pemerintahan yang kurang baik.
Perbedaan karya sastra setiap periode bukanlah
semata-mata karena ide/gagasan dari penulisnya. Perbedaan ini
dipengaruhi oleh kondisi sosial, politik, dan budaya yang terjadi pada
saat itu. Bahkan, jika kita mau merunut karya sastra dari awal sampai
sekarang, dan meneliti lebih dalam mengenai latar belakang ideologi saat
itu, kita bisa mendapati bagaimana proses perjalanan Bangsa Indonesia.
Meskipun karya sastra di Indonesia bisa dibilang hampir pada posisi
"tengah" -- tidak terlalu menonjol dan tidak terpuruk, namun perlu
disadari bahwa budaya barat sedikit demi sedikit, dari waktu ke waktu,
turut memengaruhi karya sastra Indonesia.
Pernahkah Anda mendengar karya sastra Indonesia
modern? Gaya sastra asing (barat) dan pengaruh bentuk menjadi patokan
untuk menyebut sastra Indonesia yang modern. Pada kenyataannya, ketika
pengarang hidup dalam budayanya, ia mencoba untuk menerima tradisi
estetis (gaya barat) dengan budayanya. Penerimaan tradisi estetis
tersebut dituangkan dalam karyanya, dijadikan latar/setting pada
tulisannya, sekadar memberi warna dalam proses kreatif yang ia lakukan.
Akibatnya, sastra lama hanya akan menjadi sebuah artefak. Para peneliti
sastra pun menjadi asing dengan tradisi yang dimiliki oleh sejarah
panjang sastra di Indonesia, melalui karya-karya sastra yang ada.
Budaya dan sastra memunyai ketergantungan satu sama
lain. Sastra sangat dipengaruhi oleh budaya, sehingga segala hal yang
terdapat dalam kebudayaan akan tercermin di dalam sastra. Masinambouw
mengatakan bahwa sastra (bahasa) dan kebudayaan merupakan dua sistem
yang melekat pada manusia. Jika kebudayaan adalah sistem yang mengatur
interaksi manusia di dalam masyarakat, bahasa (sastra) adalah suatu
sistem yang berfungsi sebagai sarana berlangsungnya suatu interaksi.
0 komentar:
Posting Komentar