Selasa, 17 Maret 2015

Tokoh-tokoh sastra Indonesia




1.      Chairil Anwar

 
Chairil Anwar dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada 26 Juli 1922. Ia merupakan anak satu-satunya dari pasangan Toeloes dan Saleha, keduanya berasal dari kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.
Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastra setelah pemuatan tulisannya di Majalah Nisan pada tahun 1942, saat itu ia baru berusia 20 tahun.[6] Hampir semua puisi-puisi yang ia tulis merujuk pada kematian.[6] Namun saat pertama kali mengirimkan puisi-puisinya di majalah Pandji Pustaka untuk dimuat, banyak yang ditolak karena dianggap terlalu individualistis dan tidak sesuai dengan semangat Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta, Chairil jatuh cinta pada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Puisi-puisinya beredar di atas kertas murah selama masa pendudukan Jepang di Indonesia dan tidak diterbitkan hingga tahun 1945.[6][7] Kemudian ia memutuskan untuk menikah dengan Hapsah Wiraredja pada 6 Agustus 1946. Mereka dikaruniai seorang putri bernama Evawani Alissa, namun bercerai pada akhir tahun 1948.

                 2.      Widji Tukul

                                           
Widji Thukul, yang bernama asli Widji Widodo (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 26 Agustus 1963 – meninggal di tempat dan waktu yang tidak diketahui, hilang sejak diduga diculik, 27 Juli 1998 pada umur 34 tahun) adalah sastrawan dan aktivis hak asasi manusia berkebangsaan Indonesia. Tukul merupakan salah satu tokoh yang ikut melawan penindasan rezim Orde Baru. Sejak 1998 sampai sekarang dia tidak diketahui rimbanya, dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer[1]. Ada tiga sajak Thukul yang populer dan menjadi sajak wajib dalam aksi-aksi massa, yaitu Peringatan, Sajak Suara, dan Bunga dan Tembok (ketiganya ada dalam antologi "Mencari Tanah Lapang" yang diterbitkan oleh Manus Amici, Belanda, pada 1994. Tapi, sesungguhnya antologi tersebut diterbitkan oleh kerjasama KITLV dan penerbit Hasta Mitra, Jakarta. Nama penerbit fiktif Manus Amici digunakan untuk menghindar dari pelarangan pemerintah Orde Baru.
  • Dua kumpulan puisinya : Puisi Pelo dan Darman dan lain-lain
  • Puisi: Bunga dan Tembok[5]
  • Puisi: Peringatan
  • Puisi: Kesaksian [1]
3.      Acep Zamzam Noor
 

Acep Zamzam Noor (lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, 28 Februari 1960; umur 55 tahun) adalah seorang sastrawan Indonesia.Karya- karyanya antara lain :
·         Tamparlah Mukaku! (kumpulan sajak, 1982)
·         Aku Kini Doa (kumpulan sajak, 1986)
·         Kasidah Sunyi (kumpulan sajak, 1989)
·         The Poets Chant (antologi, 1995)
·         Aseano (antologi, 1995)
·         A Bonsai’s Morning (antologi, 1996)
·         Di Luar Kata (kumpulan sajak, 1996)
·         Dari Kota Hujan (kumpulan sajak, 1996)
·         Di Atas Umbria (kumpulan sajak, 1999)
·         Dongeng dari Negeri Sembako (kumpulan puisi, 2001)
·         Jalan Menuju Rumahmu (kumpulan sajak, 2004)
·         Menjadi Penyair Lagi (antologi, 2007)
                        4. Ahmadun Yosi Herfanda

 

Ahmadun Yosi Herfanda atau juga ditulis Ahmadun Y. Herfanda atau Ahmadun YH (lahir di Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, 17 Januari 1958; umur 57 tahun), adalah seorang penulis jurnalis dan sastrawan berkebangsaan Indonesia. [1] Dia menulis esai sastra, cerpen, dan sajak sufistik sosial-religius. Sementara, cerpen-cerpennya bergaya karikatural dengan tema-tema kritik sosial. Ia juga banyak menulis esei sastra.
Karya-karya Ahmadun dipublikasikan di berbagai media sastra dan antologi puisi yang terbit di dalam dan luar negeri, antara lain, Horison, Ulumul Qur'an, Kompas, Media Indonesia, Republika, Bahana (Brunei), antologi puisi Secreets Need Words (Ohio University, A.S., 2001), Waves of Wonder (The International Library of Poetry, Maryland, A.S., 2002), jurnal Indonesia and The Malay World (London, Inggris, November 1998), The Poets’ Chant (The Literary Section, Committee of The Istiqlal Festival II, Jakarta, 1995).
Beberapa kali sajak-sajaknya dibahas dalam "Sajak-Sajak Bulan Ini Radio Suara Jerman" (Deutsche Welle). Cerpennya, Sebutir Kepala dan Seekor Kucing, memenangkan salah satu penghargaan dalam Sayembara Cerpen Kincir Emas 1988 Radio Nederland (Belanda) dan dibukukan dalam Paradoks Kilas Balik (Radio Nederland, 1989). Tahun 1997 ia meraih penghargaan tertinggi dalam Peraduan Puisi Islam MABIMS (forum informal Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura). Beberapa buku karya Ahmadun yang telah terbit sejak dasawarsa 1980-an, antara lain:
  • Ladang Hijau (Eska Publishing, 1980),
  • Sang Matahari (kumpulan puisi, bersama Ragil Suwarna Pragolapati, Nusa Indah, Ende, 1984),
  • Syair Istirah (bersama Emha Ainun Nadjib dan Suminto A. Sayuti, Masyarakat Poetika Indonesia, 1986),
  • Sajak Penari (kumpulan puisi, Masyarakat Poetika Indonesia, 1990),
  • Sebelum Tertawa Dilarang (kumpulan cerpen, Balai Pustaka, 1997),
  • Fragmen-fragmen Kekalahan (kumpulan sajak, Forum Sastra Bandung, 1997),
  • Sembahyang Rumputan (kumpulan puisi, Bentang Budaya, 1997),
  • Ciuman Pertama untuk Tuhan (kumpulan puisi, bilingual, Logung Pustaka, 2004),
  • Sebutir Kepala dan Seekor Kucing (kumpulan cerpen, Bening Publishing, 2004),
  • Badai Laut Biru (kumpulan cerpen, Senayan Abadi Publishing, 2004),
  • The Warshipping Grass (kumpulan puisi bilingual, Bening Publishing, 2005),
  • Resonansi Indonesia (kumpulan sajak sosial, Jakarta Publishing House, 2006),
  • Koridor yang Terbelah (kumpulan esei sastra, Jakarta Publishing House, 2006).
  • Yang Muda yang Membaca (buku esai panjang, Kemenegpora RI, 2009).
  • Sajadah Kata (kumpulan puisi, Pustaka Littera, 2013).

0 komentar:

Posting Komentar